Jakarta, PUBLIKASI – Pengangkatan dua mantan anggota Tim Mawar sebagai pejabat strategis di Kementerian Pertahanan ( Kemenhan) melalui surat Keputusan Presiden yang diteken Presiden Joko Widodo, menuai kritik.
Dua mantan anggota Tim Mawar, yakni Brigjen TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus. Penunjukan Dadang Hendrayudha dan Yulius Selvanus ini tertuang dalam surat Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor: 166/TPA Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertahanan yang ditandatangani Jokowi pada Rabu (23/9).
Adapun, pengangkatan keduanya didasarkan pada usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melalui dua surat yang dilayangkannya kepada Presiden beberapa waktu sebelumnya. Dua surat itu bernomor SR/479/M/VII/2020 pada 28 Juli 2020 dan SR/568/M/IX/2020 tanggal 7 September 2020.
Keputusan Presiden Jokowi mengabulkan permintaan Prabowo ini memantik polemik. Sebab, langkah Kepala Negara dinilai telah melanggar janjinya dalam mengusut kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa serta pelanggaran HAM masa lalu di negeri ini.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keputusan Presiden Jokowi yang mengangkat dua anggota eks tim mawar sebagai pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan.
“Kebijakan ini menguatkan keyakinan kami bahwa Pemerintahan Joko Widodo sedang ke luar jalur dari agenda reformasi dan mengenyampingan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam membuat keputusan,” kata Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan pada Sabtu (26/9).
Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang dipimpin Prabowo Subianto saat masih menjabat Komandan Kopassus Tim tersebut diduga menjadi dalang dalam operasi penculikan aktivis jelang jatuhnya Soeharto pada 1998.
Berdasarkan catatan Kontras, Yulius dan Dadang sempat dihukum bersalah melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta. Yulius dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI. Sedangkan Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir hakim. Sehingga keduanya, masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Fatia menilai, bergabungnya kedua anggota eks tim mawar tersebut, ditambah Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, menunjukkan tidak berjalannya mekanisme vetting dalam tubuh pemerintahan saat ini.
“Sulit untuk membayangkan pelaksanaan aturan hukum yang sesuai standar dan termasuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, sementara pejabat publik terus diisi oleh aktor yang bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut,” kata Fatia.
Kontras mendesak Presiden Jokowi untuk mendorong Jaksa Agung menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM, serta menuntut para terduga pelaku pelanggaran ham berat di masa lalu melalui pengadilan ham ad hoc.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga mengkritik pegangkatan Dadang Hendrayudha dan Yulius Selvanus sebagai pejabat strategis di Kemenhan.
“Alih-alih menempatkan mereka yang diduga bertanggung jawab pidana ke pengadilan, pemerintah semakin membuka pintu bagi orang-orang yang terimplikasi pelanggaran HAM masa lalu dalam posisi kekuasaan,” kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Jumat (24/9).
βIni bukan sekadar pragmatisme politik kekuasaan, tetapi juga penghinaan terhadap hak asasi manusia yang ditetapkan pada era reformasi,” katanya.
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) juga mendesak Presiden Jokowi mencabut Keppres mengenai penunjukan dua mantan anggota tim mawar menjadi pejabat di Kementerian Pertahanan.
“Kami bukan hanya sekadar meminta Keppres itu harus dicabut, mereka tidak boleh menentukan masa depan arah bangsa, kita enggak boleh diatur oleh pelanggar HAM,” ujar Sekretaris Jenderal IKOHI, Zaenal Muttaqin dalam konferensi pers virtual, Minggu (27/9) .
Zaenal menganggap langkah Jokowi tersebut telah mengabaikan keadilan untuk warga yang menjadi korban pelanggaran HAM. Ia mengaku tak bisa membayangkan apabila negara berjalan tanpa ditopang kepastian hukum yang adil.
“Kita tidak bisa membayangkan tanpa hukum yang adil, kapan saja pelaku bisa kembali ke tampuk kekuasaan di posisi yang staretgis,” kata Zaenal. **
2 Mantan Tim Mawar Diangkat Jadi Pejabat Strategis di Kemenhan Dikritik
September 27, 2020