Jakarta, PUBLIKASI – Puluhan ribu warga Sidoarjo, Jawa Timur, menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat tragedi lumpur Lapindo yang terjadi sejak 16 tahun lalu.
Warga Porong sekaligus penyintas tragedi Lapindo, Herwati mengatakan setidaknya ada 35.480 warga yang menderita ISPA. Jumlah itu mengacu pada data dari tiga puskesmas yaitu Porong, Tanggulangin dan Jabon.
“Di Porong terdapat 3.144 pasien, di Jabon sebanyak 3.623, dan di Tanggulangin selama tahun 2020, jumlahnya mencapai 28.713 pasien,” kata Herwati dalam keterangan tertulis, Senin (30/5).
Menurutnya, saat ini semakin banyak anak yang terdeteksi mengalami gangguan pertumbuhan (stunting). Warga menduga gangguan itu ada kaitannya dengan kondisi lingkungan, khususnya udara dan air yang memburuk.
Herwati menyebut air sumur yang sebelumnya digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari warga di sekitar lokasi semburan lumpur Lapindo sampai saat ini tidak dapat digunakan.
“Air berbau karat, berwarna keruh coklat-kekuningan, dan asin,” ucapnya.
Imbasnya, warga terpaksa harus membeli air bersih dalam kemasan jeriken untuk kebutuhan minum dan memasak. Mereka pun harus membeli air seharga Rp2.500 per 25 liter.
Selain itu, imbas tragedi Lapindo juga membuat ribuan warga terpaksa mengungsi. Sebagian di antaranya memutuskan bertahan, namun penuh risiko.
“Selama 16 tahun, derita berkepanjangan itu tak terurus, warga dibiarkan menderita,” ujarnya.
Tragedi lumpur Lapindo terjadi sejak 29 Mei 2006. Saat itu, lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jatim menyembur ke mana-mana.
Semburan lumpur panas itu terjadi selama bertahun-tahun.
Sampai saat ini, pemukiman warga masih tergenang, perindustrian dan aktivitas ekonomi di tiga kecamatan di sekitarnya pun terganggu. *Arya