Jakarta, PUBLIKASI – Ribuan buruh sudah melakukan persiapan secara matang untuk aksi demo besar-besaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak lama untuk menjegal pengesahan RUU Cipta Kerja.
Pada Senin (5/10), massa buruh bergerak dari berbagai titik hendak masuk ke Jakarta. Mereka berharap suara mereka didengar para anggota DPR menjelang pengesahan yang awalnya dijadwalkan pada Kamis (8/10). Namun, ribuan buruh itu tak bisa bergerak. Mereka dihadang polisi yang melakukan penyekatan di perbatasan Jakarta. Alhasil, hanya segelintir massa yang berunjuk rasa di depan DPR.
Sementara itu, proses di DPR tanpa disangka berlangsung superkilat. Ternyata anggota Dewan mempercepat jadwal pengesahan yang seharusnya hari Kamis )8/10) menjadi hari Senin (5/10).
“Kami merasa dibohongi, jadi dari pagi mau menyampaikan aspirasi di DPR itu sudah diblokir di mana-mana, semua pintu masuk tol arah Jakarta itu sudah dijaga,” ujar Sekretaris DPC KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja se-Indonesia) Kabupaten/Kota Bekasi, Fajar Winarno.
Fajar curiga bahwa aparat memang sengaja menahan laju para buruh agar skenario di DPR berlangsung mulus.
“Seperti ya memang sudah skenarionya seperti itu bahwa nanti sore akan ada sidang pleno, kemudian di depan DPR itu harus bersih,” katanya.
Kelompok buruh yang tergabung dalam Federasi Sektor Pekerja – Percetakan Penerbitan Media dan Informatika Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP PPMI SPSI) Kota dan Kabupaten Bekasi, melakukan mogok kerja secara nasional pada 6-7-8 Oktober 2020.
Buruh yang melakukan mogok di Kabupaten/Kota Bekasi diperkirakan 6.000 orang dari total sekitar 600.000.
Ia menjelaskan tujuan aksi mogok tersebut yakni agar Undang-undang Omnibus Law yang telah disahkan oleh DPR RI dicabut.
“Harapannya pertama cabut omnibus law yang disahkan kemarin,” ungkap Heri.
Aksi mogok juga dilakukan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Bogor selama 3 hari.
“Sesuai instruksi organisasi kita aksi di daerah dan perusahaan masing-masing. Ada 9 perusahaan tergabung SPN Kota Bogor, bentuknya mogok kerja 3 hari. Kita ingin tunjukan solidaritas dan menolak UU Omnibus Law,” kata Ketua DPC SPN Kota Bogor Budi Mudrika, Selasa (6/10).
Menurutnya sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja malah merugikan buruh. Di antaranya terkait pesangon dan upah.
“Kedua masalah penggaji di dalam pasal tertuang untuk upah bisa dikomunikasikan atau dibicarakan dengan pekerja. Padahal kita tahu ada dewan pengupahan kota/kabupaten atau provinsi atau nasional. Dewan itu seolah ke depan tidak berfungsi,” katanya.
Sementara Wakil Ketua DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Tangerang, Budiono mengungkapkan, aksi mogok merupakan bentuk protes dan kekecewaan atas tindakan DPR RI yang mengesahkan undang-undang tersebut tanpa adanya berunding dan komunikasi kembali dengan perwakilan para buruh.
“Janjinya pemerintah, anggota dewan dan perwakilan buruh, akan membahas pasal satu per satu. Tapi di tengah perjalanan, malah seperti kejar tayang lalu disahkan,” kata Budiono.
Ia mengungkapkan, aksi ini akan dilakukan hingga 8 Oktober. Pihaknya berharap UU Cipta Kerja tersebut dibatalkan.
Timbulkan Kegaduhan
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Din Syamsuddin mengatakan, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja berpotensi menimbulkan kegaduhan besar di Indonesia. Menurut Din, pemerintah dan DPR terlalu tergesa-gesa dalam mengesahkan UU tersebut. Hal itu disampaikan Din melalui surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo, Senin (5/10) malam.
“UU Ciptaker atau Omnibus Law Ciptaker sangat potensial menimbulkan kegaduhan nasional yang besar,” kata Din.
“Pemerintah tidak menyadari dan bahkan terkesan mendukung DPR untuk bergesa-gesa mengesahkannya pada waktu malam hari, tanpa membuka ruang bagi aspriasi rakyat,” katanya. **