Eksistensi Ilmu Kepolisian Melalui Pemolisian Dalam Era Adaptasi Kebiasaan Baru

Jakarta, PUBLIKASI, – Bersamaan dengan Dies Natalis ke-74 Tahun 2020, STIK meluluskan 158 wisudawan Program Pendidikan S3, S2, dan S1 di Gedung Auditorium STIK Rabu 17 Juni 2020 lalu. Acara wisuda yang mengusung tema “Eksistensi Ilmu Kepolisian Melalui Pemolisian Dalam Era Adapatasi Kebiasaan Baru di Tengah Pademi Covid-19” dilaksanakan secara daring atau online.

Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) kembali mewisuda sejumlah doktor, magister, dan sarjana ilmu Kepolisian. Jumlah wisudawan S3 sebanyak delapan orang yang berasal dari Angkatan II dan III, S2 Angkatan VIII (20 orang), dan S1 Angkatan (130 orang). Namun tidak semua dari wisudawan-wisudawati tersebut bisa hadir di lokasi acara. Hanya dua wisudawan mewakili program doktor, delapan perwakilan jenjang master, dan 10 orang perwakilan sarjana. Sedangkan sebagian besar lainnya, mengikuti prosesi wisuda secara online dari rumah masing-masing.

Selain perwakilan mahasiswa tersebut, acara wisuda turut dihadiri Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri Komjen. Pol. Drs. Arief Sulistyanto, M.Si.; Ketua Senat Irjen Pol Drs. Yazid Fanani, M.Si.; Para wakil ketua beserta direktur STIK, perwakilan dosen, perwakilan wisudawan beserta istri dan beberapa purnawirawan Polri.

Ketua Senat yang juga Ketua STIK Irjen Pol Drs. Yazid Fanani, M.Si. mengungkapkan, sebelum menggelar acara puncak, Wisuda dan Dies Natalis ke-74 pada 17 Juni 2020, acara didahului sejumlah kegiatan. Rangkaian kegiatan ini didahului Rapat Pra Senat pada 4 Juni; Rapat Senat (8 Juni); Yudisium (10 Juni); Pembekalan mahasiswa (11 Juni); Pembekalan istri mahasiswa (12 Juni); dan Cuci Pataka (15 Juni).

Rapat Senat tersebut dilaksanakan secara virtual atau online. Jumlah anggota senat seluruhnya 30 orang, namun hanya dihadiri 20 orang. “Sementara tujuan Pra Rapat Senat yang dilakukan pada 4 Juni sendiri guna mengecek perlengkapan dan kesiapan yang akan digunakan,” jelas Perwira Tinggi Polri yang mengemban amanat sebagai Kepala STIK Lemdikpol sejak 1 Mei 2020 ini.

Acara Yudisium pengumuman nilai kepada mahasiswa sebagai proses penilaian akhir dari seluruh mata kuliah yang telah diambil mahasiswa dan penetapan nilai dalam transkrip akademik, serta memutuskan lulus atau tidaknya mahasiswa dalam menempuh studi selama jangka waktu tertentu sendiri dilakukan dengan metode online dan perwakilan. Acara ini berlangsung pada 10 Juni 2020 pada pukul 09.00 WIB untuk S1 dan pukul 13.00 untuk S2. Setelah Yudisium selesai, dilanjutkan dengan Pengukuhan Perwira Sarjana Ilmu Kepolisian sebagai anggota ISIK dan ISPPI.

Sebelum digelar Yudisium diawali dengan masuknya Inspektur Upacara, Ketua ISIK, dan Ketua Umum ISPPI. Dilanjutkan dengan laporan komandan upacara, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu baru melaksanakan Yudisium yang ditandai pembacaan Keputusan Ketua STIK tentang Yudisium dan mahasiswa berdiri secara bergantian. Berikutnya pelepasan tanda pangkat mahasiswa, pemasangan tanda pangkat efektif Polri dan penyematan Pin Alumni oleh Inspektur Upacara. Pembacaan Keputusan Ketua STIK tentang Penggunaan Pin Alumni STIK, pemberian penghargaan kepada mahasiswa berprestasi (Akademik, Mental, Fisik, dan Skripsi) yang diakhiri pengalungan medali dan pemberian piagam penghargaan.

Keesokan harinya, 11 dan 12 Juni dilaksanakan pembekalan dengan 202 peserta (130 Wisudawan dan 72 istri). Pelaksanaan pembekalan secara online menggunakan Cisco Webex Meeting di alamat masing-masing wisudawan dengan Meeting ID 9914889833. Pembicara pembekalan ini adalah: Kalemdiklat Polri dengan judul: “Strategi Lemdiklat Polri Di Masa Pandemi Covid-19; Kabaintelkam Polri: “Peran Intelijen dalam Menghadapi Pandemi Covid-19; As SDM Polri: “Tantangan SDM Polri Mencetak Personil Berprestasi dan Kreatif Di Masa Pandemi Covid-19; Kadiv Propam Polri: “Pengawasan dan Penegakan 6 Disiplin Personel Polri Di Masa Pandemi Covid-19; Kadiv Humas Polri: “Strategi Humas Polri dalam Menanggulangi Hoax Di Masa Pandemi Covid-19; Ny. Fitri Idham Azis: ” Penampilan dan Kepribadian sebagai Bhayangkari; dan Ny. Niken Arief S.: “Menggali Potensi Diri”.

Rangkaian acara dilanjutkan dengan Pencucian Pataka dan Syukuran pada Senin, 15 Juni 2020 yang diikuti 30 orang. Rinciannya, PJU/Waket/For sebanyak 6 orang, Pamen dan Pama (8 orang) Perwakilan Mahasiswa S1 (4 orang), Perwakilan Mahasiswa S2 (2 orang), PNS (5 orang), dan petugas (5 orang).

Pada akhirnya tiba acara puncak, Wisuda dan Dies Natalis ke-74 Tahun 2020 pada 17 Juni pukul 08.00 WIB. Metode pelaksanaan dilakukan secara online dengan menghadirkan wisudawan dan undangan sebanyak 30 orang. Terdiri dari PJU Mabes (Ka/Waka/Kalem Diklat/As SDM) 3 orang, Kepala STIK, Mahasiswa S3 Angkatan ke-2 dan ke-3 sebanyak 2 orang, Mahasiswa S2 Angkatan ke-8 diwakilkan kepada 3 orang, Mahasiswa S1 Angkatan ke-77 sebanyak 7 orang, Orator satu orang dan Dosen STIK 3 orang.

Acara wisuda diawali dengan pendahuluan dari pukul 08.00 hingga 09.25 WIB, berupa: Prosesi memasuki ruangan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan mengheningkan cipta. Acara berikutnya adalah pernyataan pembukaan sidang terbuka Senat STIK, menyanyikan lagu Hymne STIK.

Berikutnya  Orasi Ilmiah oleh Kombes Pol Aswin A Siregar, S.I.K., M.Sc., (eng), PHD berjudul “Pemolisian Cerdas (Smart Policing) Dimasa New Normal dan Pasca Pademi”, dengan tema: “Menatap Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian Di Balik Krisis”. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian cinderamata kepada orator.

“Setelah orasi ilmiah, waktunya dilaksanakan Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian, Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian, serta Doktoral Ilmu Kepolisian,” tutur.lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1988 ini.

Berikutnya dilakukan pemberian tanda penghargaan dan medali kepada Wisudawan Terbaik. Lulusan terbaik Program Doktor diberikan kepada AKBP Dr. Mohammad Fahrizal, S.H., M.Si., sebagai wisudawan peraih Predikat “Cum Laude”. Sedangkan Program S2 Bidang Akademik diraih oleh Akp Galih Apria, A.Pr., S.I.P., S.I.K., M.I.K.

Selanjutnya wisudawan S1 angkatan ke-77 Ilmu Kepolisian berprestasi adalah Iptu Wahyu Safaro Sharon jenis penghargaan Bintang Widya Cendekia lulusan terbaik Bidang Akademik; Iptu Ganang Agung Hartanto jenis penghargaan Bintang Widya Karya lulusan terbaik Skripsi; Iptu Reza Arif Hadafi jenis penghargaan Bintang Widya Tanggon lulusan terbaik Bidang Mental; dan Iptu Fransiskus Manaan jenis penghargaan Bintang Widya Trengginas lulusan terbaik Bidang Jasmani.

Setelah itu dilanjutkan dengan foto bersama Kapolri, Kalemdiklat, Polri dan Ketua STIK. Setelah itu pengucapan janji sarjana, amanat Kapolri, pernyataan penutupan sidang terbuka Senat STIK, pembacaan doa, menyanyikan lagu Bagimu Negeri hingga akhirnya ditutup dengan prosesi meninggalkan ruangan.

Pemolisian Cerdas

Ketua Senat yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, mempercayakan kepada Kombes Pol. Aswin A. Siregar, SIK, M.Si., M.Sc (Eng), PhD., untuk menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Wisuda dan Dies Natalis Ke-74 STIK tersebut. Judul orasi ilmiah Peneliti Utama STIK itu adalah “Pemolisian Cerdas (Smart Policing) Di Masa Normal Baru dan Pasca Pademi” dengan tema “Menatap Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian Di Balik Krisis”.

Kombes Pol. Aswin A. Siregar, SIK, M.Si., M.Sc (Eng), PhD.,

Sebelum membacakan naskah orasi, Kombes Pol. Aswin A. Siregar, mengucapkan rasa bangga terhadap semua personil Kepolisian telah menjadi garda terdepan pemutusan penyebaran Covid-19 yang berada di jalan, pos-pos, check point-check point di seluruh Indonesia. “This speech today is for Indonesia, for the Indonesian National Police (INP) and the police officers around the country who never tired of maintaining law and order on the roads, in the community, as beacons of safety and security in this pandemic time,” tutur Peneliti Utama STIK tersebut. (Di sub judulini MASUKKAN FOTO KBP ASWIN)

Lulusan S3 PHD University Of Leeds, Inggris tahun 2018 ini juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada almamaternya, PTIK yang telah mendidik dirinya menjadi pembelajar yang tiada henti dan mematrikan janji untuk terus berjuang demi kemajuan Polri dan bangsa Indonesia. “Di mana pun dan di situasi apa pun saya berada, dan semoga Allah SWT memelihara janji yang terpatri dalam hati ini sampai akhir hayat,” tegas Akademi Polisi (Akpol) 1996 ini.

Menurut jebolan PTIK 2006 ini, efektifitasnya dari tugas-tugas Kepolisian atau pemolisian pada masa pandemic Covid-19, baik dalam melayani masyarakat, menjaga keamanan dan ketertiban maupun menegakkan hukum menjadi perhatian besar bagi semua pihak. Karena itu dibutuhkan refleksi mendalam untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul. Seperti: Seberapa efektifkah pemolisian yang telah dilaksanakan di tengah kondisi yang terus berubah, termasuk ancaman infeksi C,ovif-19 bagi setiap personil yang bertugas?

Pertanyaan-pertanyaan lain yang sekaligus menjadi motivasi bagi tulisannya itu adalah seberapa besar pengaruh polisi dalam keberhasilan pemutusan penyebaran pandemik? Sampai kapan pandemik ini berakhir dan bagaimana polisi akan mengawal tahap demi tahap kehidupan selanjutnya? Apakah ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan yang dimiliki oleh personel polri cukup handal menghadapi tantangan tugas ke depan? Apakah diperlukan metode, pola dan teknologi kepolisian baru dalam menghadapi situasi saat ini dan kedepannya? Bagaimana ilmu Kepolisian (police science) dapat mengubah pemolisian yang ada menjadi pemolisian yang cerdas (smart policing)?

Dilandasi semangat, kesadaran dan refleksi yang jujur itulah, lanjut Kombes Pol. Aswin, orasinya tersebut dihadirkan guna memperkaya khasanah keilmuan, khususnya ilmu Kepolisian (police science) yang merupakan pintu masuk bagi perbaikan dan pengembangan pemolisian di masa yang akan datang (PTIK, 2015). Sedangkan tujuan tulisannya tersebut untuk memotret (overview) sebagian kondisi saat ini dan gejala-gejala sosial yang terjadi saat ini, kemudian membuat model pemolisian yang cerdas (smart policing) masa new normal dan setelahnya, kembali normal, melalui landasan ilmu Kepolisian dan pengembangannya, demi berlanjutnya pembangunan nasional dan terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang tata tentram kerta raharja.

Dampak Pandemik

Kombes Pol. Aswin A. Siregar mengatakan, Pandemi Covid-19, merupakan pandemi yang tersebar paling cepat dalam sejarah manusia menghadapi berbagai virus (Du et.al., 2020). Pada 42 hari pertama Covid-19 telah menularkan lebih dari 40 ribu orang, dibandingkan dengan SARS hampir 4 ribu orang, Ebola dan MERS masing-masing 244 orang 182 orang. Penyebaran pandemi Covid-19 menjadi lebih cepat dimungkinkan karena mobilitas masyarakat dan tingkat kepadatan yang tinggi di perkotaan (Lin et.al., 2020). Selama tiga bulan sejak outbreak Covid-19 di Indonesia, lebih dari 1700 orang telah meninggal dunia.

Pandemi Covid-19 telah menimbulkan banyak perubahaan sosial masyarakat di seluruh dunia (WHO, 2020, Lin et.al., 2020). Diantaranya adalah anjuran untuk menjaga jarak (social distancing) dan tetap berada di rumah, populer di dunia maya dengan #dirumahaja dan #stayathome, bekerja, belajar, belanja dan beraktifitas, bahkan beribadah di rumah. Data mobilitas masyarakat yang dihimpun Google.Inc dalam Community Mobility Report untuk setiap negara, termasuk Indonesia, menunjukkan telah terjadi penurunan mobilitas sejak akhir Maret 2020 (baseline) hingga akhir Mei 2020.

Laporan tersebut membagi mobilitas ke dalam enam kategori, dengan perubahan sebagai berikut: 1) Retail dan rekreasi:   -33% (menurun), 2) Grocery dan farmasi: -11% (menurun), 3) Tempat terbuka: -30% (menurun), 4) Stasiun transit: -55% (menurun), 5) Tempat kerja:    -35% (menurun), 6) Perumahan: +17% (menurun).

Hampir semua jenis mobilitas mengalami penurunan yang signifikan, kecuali pada aktifitas di perumahan yang meningkat hingga 17%, karena himbauan pemerintah agar masyarakat tetap di rumah.

Secara keseluruhan produktivitas masyarakat menurun, tidak sedikit diantaranya yang kehilangan pekerjaannya. Di tingkat makro, pendapatan pemerintah dan perekonomian negara juga menurun. Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam dari 4,97% di kuartal 4 tahun 2019 menjadi tumbuh hanya 2,97% pada kuartal pertama 2020 ini.

Pria Kelahiran Tapanuli Selatan Sumatera Utara tahun 1974 ini mengatakan, perekonomian nasional dan perubahan yang terjadi di masyarakat serta beberapa faktor sosial terkait lainnya diyakini akan memiliki dampak serius terhadap munculnya kejahatan pada masa dan pasca pandemic. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari krisis-krisis sebelumnya, Europol dalam laporannya berjudul Beyond the Pandemic – How Covid-19 will Shape the Serious and Organised Crime Landscape in the EU, menyatakan bahwa faktor-faktor ini dapat menimbulkan kerawanan dan membentuk perilaku  dan pola kejahatan baru, meskipun pada saat yang bersamaan situasi ini justru menempa ketangguhan masyarakat terhadap ancaman kejahatan di sekitarnya (Europol, 2020).

Berbagai aspek keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan penegakan hukum menunjukkan perubahan pola yang signifikan, meskipun untuk mendapatkan analisis yang lengkap terhadap perubahan ini harus dilakukan pengkajian atau penelitian.

Penutupan tempat-tempat keramaian, pusat belanja, rekreasi dan hiburan, menyebabkan menurunnya laporan gangguan Kamtibmas dari lokasi-lokasi tersebut. Namun disisi lain, kejahatan dunia maya (online dan cyber), pemalsuan dan produk-produk kesehatan dan berita hoax terkait Covid-19 meningkat tajam. Dapat dikatakan, pemolisian pada masa Pandemi Covid-19 merupakan tantangan terbesar bagi kepolisian di Indonesia setelah masa reformasi dan krisis ekonomi 1998.

Kini, setelah lebih dari tiga bulan bertarung dengan penyebaran Covid-19, pemahaman seluruh stakeholder dan masyarakat terhadap pandemic ini sudah semakin baik. Meskipun belum ditemukan obat atau vaksin untuk penyembuhan Covid-19, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk mengembalikan kehidupan dengan cara normal yang baru, New Normal. (BUAT INTI BERITA)

Seluruh pihak diminta untuk mempersiapkan diri menghadapi era ini, dengan penegasan khusus bagi Polri untuk menjadi yang terdepan dalam pendisiplinan masyarakat terhadap protocol kesehatan.

Berdasarkan uraian tersebut dan dikaitkan dengan tugas polisi untuk melindungi jiwa raga dan harta benda dari gangguan sekecil apapun di wilayah hukum Indonesia, strategi pemolisian harus dikembangkan dan diadaptasikan terhadap peran baru yang akan memberikan outcome terbaik bagi masyarakat Indonesia.

Kepolisian terus menerus memantau perkembangan penyebaran Covid-19 beserta faktor-faktor sosial dan ekonomi guna mengantisipasi munculnya gangguan kamtibmas. Namun demikian, sampai saat ini strategi dan prosedur apa yang terbaik yang harus diterapkan guna terus melayani dan menjaga Kamtibmas serta menegakkan hukum di masa pandemi, masih merupakan tantangan besar.

Polisi dituntut cerdas dalam melaksanakan pemolisian, agar tetap dapat memelihara dan mewujudkan keamanan dan ketertiban serta keteraturan sosial. Kecerdasan dalam pemolisian bukanlah sekadar penggunaan teknologi dan penguasaan peraturan-peraturan, melainkan pengembangan kompetensi dan keahlian yang mampu menjawab tantangan dan menyelesaikan masalah dalam kondisi yang sulit dan terus berubah.

 

  1. Polisi telah berubah lebih modern, pandemic mengakselerasi perubahan tersebut.

Sejak awal merebaknya virus Covid-19 di Indonesia (the outbreak), Polri merupakan salah satu lembaga pertama yang berupaya melakukan langkah-langkah penanganan dan pencegahan penyebaran virus ini. Peristiwa anecdotal pemasangan garis batas polisi (police line) di rumah pasien positif Covid-19 menunjukkan kesigapan polisi dalam menangani permasalahan Covid-19 di masyarakat. Di tengah spekulasi yang sangat tinggi, polisi mengambil tindakan diskresi dan melakukan banyak perubahan demi terjaganya keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus pencegahan penularan yang lebih luas.

Akan tetapi hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, mulai dari China sebagai negara pertama merebaknya Covid-19, hingga ke seluruh dunia, para pemimpin negara dan pemerintahan semuanya meminta polisi untuk turun tangan. Bersama institusi lain yang terkait, menyusun langkah-langkah, membuat aturan-aturan, dan kemudian menegakkan aturan baru tersebut.

Sebagai respon atas kondisi pandemi yang juga mengancam anggota polisi, Polri mengeluarkan berbagai kebijakan, misalnya dengan mengizinkan staf bekerja dari rumah. Fungsi-fungsi yang awalnya memang akan dimodernisasi–telah dicanangkan beberapa waktu yang lalu, namun berjalan lambat–dipaksa untuk segera berubah dan berfungsi di masa pandemic ini. Sebut saja bekerja dari jarak jauh (remote working), pembagian jam kerja yang flexible, rapat tanpa kehadiran fisik dalam satu ruangan, laporan-laporan yang tidak perlu dicetak (cukup pdf file dan dikirim via email, Whatsapp atau akun lainnya yang memungkinkan pengiriman file dokumen).

“Sekali lagi, kondisi ini sebenarnya telah cukup lama diuji coba di berbagai satuan kerja Kepolisian guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas, namun terkendala oleh sistem-sistem konvensional dan manual yang sulit digantikan,” ungkap Kombes Pol. Aswin A. Siregar.

Perubahan dan modernisasi yang dipaksa berakselerasi pada masa pandemic telah menunjukkan bahwa modernisasi dan pemanfaatan IT dalam tugas-tugas kepolisian menjadi tantangan tersendiri untuk dikembangkan, Beberapa hal berikut akan menjadi perhatian polisi pada masa new normal dan pasca pandemi: menegakkan aturan terkait protocol kesehatan dan pembatasan-pembatasan social, melakukan tracking, tracing dan surveillance terhadap orang dan pasien yang terindikasi penyebaran Covid-19, proses penyidikan terhadap para saksi dan tersangka kejahatan yang terinfeksi Covid-19, menindak para pelaku pemalsuan dan penipuan terkait alat-alat pelindung diri dan obat-obatan khususnya pada aplikasi-aplikasi belanja online; dan menertibkan hoax Covid-19 di social media.

Polri patut mencoba beberapa hal teknis dengan melibatkan para ahli di bidang IT, konstruksi, hukum, manajemen dan lain-lain untuk mendesain berbagai perubahan dalam pelaksanaan tugas Kepolisian, misalnya mereview ulang room occupancy ratio di ruang-ruang pelayanan public (Samsat, SIM, SPK, ruang riksa, ruang tahanan) dengan mengadopsi social distancing sesuai protocol kesehatan, pemeriksaan saksi-saksi dan gelar perkara melalui online meeting, penggunaan cctv dan sensor untuk tracking dan tracing terkait penyebaran Covid-19 dan berbagai potensi perubahan lainnya.

Pembangunan dan pemanfaatan big data, Internet of Thing pada berbagai peralatan dan instrumen kepolisian menjadi sebuah tantangan dan peluang dalam pelaksanaan pemolisian di masa new normal dan pasca pandemi. Periode ini merupakan momentum perubahan kultur di internal polri. Polri perlu segera memfokuskan perhatiannya pada ilmu dan teknologi kepolisian apa yang harus dibangun dan dikembangkan sebagai bagian dari upaya mewujudkan pemolisian yang cerdas, yang mampu menjawab tantangan di masa tersulit sekalipun.

  1. Smart Policing, Smart City dan

Di negara-negara yang terlebih dahulu mengalami pandemic, salah satu dari dampak pandemi ini adalah reorientasi eksisting surveillance technologies, yang biasanya terintegrasi dalam program pembangunan smart city, menjadi alat penginderaan dalam pencegahan penyebaran Covid-19. Pengendalian pandemi dilakukan dengan pengujian, pelacakan, isolasi dan perawatan korban. Teknologi sensor temperatur dan panas (heat sensor), number/character recognition, facial recognition, sampai dengan penggunaan aplikasi pada smartphone diarahkan untuk dapat mendeteksi, men-track dan potensi penyebaran virus.

Pada hakikatnya, tracking, tracing dan surveillance adalah adalah aktivitas yang dilaksanakan oleh polisi secara rutin, dengan atau tanpa teknologi. Polisi secara mendasar memiliki kemampuan menyelidiki, mengumpulkan informasi tentang seseorang atau sekelompok orang yang menjadi target karena diduga terlibat dalam kejahatan. Namun kali ini menjadi berbeda, semua orang dapat menjadi target “tersangka” penyebaran Covid-19. Seluruh detail aktivitas, kontak, perjalanan, transit, interaksi, dan lain-lain harus dikumpulkan untuk memastikan siapa-siapa target berikutnya dan dimana putusnya mata rantai tersebut. Detail ini kemudian menjadi sebuah big data, yang harus ada dalam genggaman seorang petugas yang berada di check point terdepan.

Pertanyaannya, benarlah sarkasme yang diucapkan sosiolog Perancis Jacques (1954) yang sangat khawatir dengan kewenangan polisi dalam mengumpulkan informasi “Jika polisi tidak dibatasi dalam mencari informasi, maka semua orang bisa menjadi tersangka”. Dulu, ucapan ini ditujukan untuk melindungi privacy seseorang dan keluarganya, tetapi kini batasan ini harus ditata kembali, karena semua orang dapat menjadi target dalam penyebaran pandemi.

Dalam waktu tidak terlalu lama lagi, peralatan smart city yang dibutuhkan dalam memerangi penyebaran Covid-19, akan hadir di berbagai lokasi untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus ini. Kota-kota dan infrastrukturnya, seperti jalan raya, bandara, terminal, stasiun dan lain-lain, akan menjadi semakin cerdas dan terkoneksi dimana teknologi informasi dan komunikasi melekat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Maka dalam kondisi ini, sistem pemolisian yang ada harus merupakan sistem yang cerdas pula, logic-driven, self-improving dan intelligent.

Meningkatnya penggunaan teknologi surveillance dalam penanganan Covid-19 juga akan memaksa polisi untuk bekerja dengan data digital dan artificial intelligent dalam sebuah platform Big Data. Dari perspektif pelayanan public, elemen-elemen pemolisian yang akan berubah bersama tumbuhnya smart city adalah: a. Pemolisian yang ramah/bersahabat dan efisien (Citizen friendly and efficient delivery); b, Pemolisian yang proactive dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat; c. Proses dan sistem pemolisian yang self‐improving, robustn dan resilience; d. pemolisian harus dilakukan dengan prinsip minim gangguan dan ketidaknyamanan terhadap masyarakat; e. Pemolisian yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap kehadiran teknologi baru.

Dengan mengadopsi kurva inovasi, terang Kasi Audit Ditkamsel Korlantas Polri tahun 2018 ini, dapat diasumsikan bahwa gangguan Kamtibmas berada pada level tertinggi ketika elemen-elemen pemolisian berada pada level terendah. Pada saat bersamaan, keteraturan sosial (public order) berkembang bersama meningkatnya inovasi dan teknologi pemolisian.

Gambar 1: Asumsi hubungan inovasi/teknologi pemolisian dan crime/public order

Hadirnya teknologi cerdas dalam kehidupan masyarakat membuat polisi semakin tidak terlihat secara fisik, namun berada dekat, bahkan melekat, dalam setiap kegiatan masyarakat. Beberapa teknology yang akan diperlukan dalam mewujudkan layanan pemolisian yang cerdas di masa new normal dan pasca pandemi adalah:

  • Surveillance and Monitoring System seperti CCTV System dan sensor sebagai bagian dari system real-time collection and assessment of data
  • Emergency Operations Centre (EOC) yang memiliki sistem pendukung pengambilan keputusan
  • Cyber Security and defense
  • Police Cyber, dan
  • Intelligent Traffic Management System.

 “Disini dapat dibayangkan, bahwa gap antara pengumpulan data dan informasi, proses analisis dan pengambilan keputusan semakin kecil, sebegitu kecilnya sehingga seluruh rangkaian tindakan pemolisian dapat terlihat instant,” tegasnya.

Aplikasi teknologi-teknologi smart city seperti itu di era new normal dan pasca pandemic yang akan memaksa perubahan dalam pemolisian, dan selanjutnya akan mendorong pula penguasaan pengetahuan dan keterampilan baru bagi personel kepolisian.

  1. Menatap Pengembangan ilmu kepolisian di balik pandemi.

 Secara filosofis, pendidikan dan pelatihan merupakan cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan suatu profesi dan organisasi. Ilmu dan keterampilan menjadi modal utama dalam melaksanakan tugas secara profesional dan bermartabat. Namun demikian, Hanak and Hofinger  (2005) dan Jaschke et al. (2007) meragukan bahwa polisi dekat dengan ilmu pengetahuan dengan argumen bahwa “Most police agencies do not see science as critical to their everyday operations. Science is not an essential part of this police world”, kebanyakan organisasi kepolisian tidak memandang bahwa science adalah kunci pelaksanaan tugas sehari-hari. Science bukanlah bagian esensial dari dunia kepolisian. Meskipun sebagian besar polisi menganggap science itu akan sangat berguna, tetapi justru sebagian besar tugas dapat diselesaikan tanpa science.

Shepherd (2007) menjelaskan bahwa hal yang berbeda dapat dilihat pada profesi medis, misalnya, yang menempatkan science sebagai komponen inti dari pekerjaan. Seorang paramedic tidak dapat menjalankan pekerjaan tanpa terlebih dahulu dibekali ilmu medis, dan pasien yang akan ditolong pun akan menolak tindakan dari seseorang yang tidak memiliki kualifikasi medis. Tentu, kita dapat berargumen bahwa profesi polisi adalah unik dan tidak dapat dibandingkan dengan profesi lainnya, apalagi dengan dokter atau paramedis. Tetapi paling tidak kita mendapatkan pelajaran dari analogi ini, bagaimana profesi lain menempatkan pentingnya science dalam profesinya.

Peran Pendidikan

 Menghadapi era new normal dan pasca pandemic yang akan datang, kata mantan Analis Muda Kebijakan Bidang Sit Lamsel Korlantas Polri ini, institusi pendidikan memiliki potensi sebagai kunci bagi perubahan dalam pemolisian. Ketika perubahan besar harus dilakukan oleh sebuah organisasi, seperti kondisi pada masa pandemic ini, adalah vital memulainya dari pendidikan. Dari institusi pendidikan pula akan terbentuk simbiosis antara ilmu kepolisian, teknologi kepolisian, pemolisian yang cerdas, untuk menjawab tuntutan peran kepolisian yang semakin kompleks ditengah berubahnya kondisi kota dan masyarakat.

Bagi Polri, dapat memulainya dari STIK, sebagai bumi kelahiran para sarjana ilmu kepolisian. Pernah terbetik berita, bahwa STIK akan diajukan menjadi Universitas Kepolisian atau Universitas Keamanan dengan tujuan meningkatkan ilmu pengetahuan, skill dan wawasan bagi personel polri serta meningkatkan penggunaan riset dalam pengembangan tugas-tugas Kepolisian.

“Saya berpendapat bahwa dengan menghadirkan Universitas Kepolisian sebagai bagian dari Polri, seperti mengembalikan ilmu kepolisian kepada pemilik sesungguhnya,” tuturnya. Jika ilmu kepolisian pulang ke rumahnya, Polri, ilmu Kepolisian (police science) akan membuat Polri maju, dan sebaliknya Polri menjamin ilmu kepolisian maju dan berkembang, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan organisasi.

Peraih penghargaan Satya Lencana Kesetiaan 16 Tahun (2013) ini, berkesimpulan, Pandemic Covid-19 telah menyebabkan disrupsi dan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Dari hambatan untuk bekerja, berproduksi dan beraktifitas sehari-hari hingga kematian. Semua aspek kehidupan pada semua tingkatan masyarakat, terdampak.

Efektivitas respon yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk polisi didalamnya, telah menarik perhatian besar. Di beberapa negara, inovasi dan teknologi eksisting yang tergelar dalam smart city.diorientasikan ulang untuk kepentingan penanganan pandemic. Polisi dituntut untuk mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang ada untuk melakukan pemolisian. Antara lain: tracking, tracing dan aktivitas surveillance lainnya. Termasuk pemanfaatan Smartphone apps dan GPS dalam pengumpulan data yang akan menjadi sistem pendukung pengambilan keputusan serta umpan balik bagi tugas-tugas pemolisian.

Namun demikian, dapatkah pemolisian yang cerdas yang didukung teknologi inovatif smart city, seperti the Internet of Things (IoT), artificial intelligence (AI), 5G, open data, and analytics, merespon permasalahan sosial yang muncul secara effective, karena tugas-tugas polisi selalu diidentikkan sebagai profesi yang jauh dari keilmuan?

“Jika demikian, institusi pendidikan dengan ilmu Kepolisian yang terus berkembang menjadi peluang potensial untuk menyediakan pendidikan, penelitian, dan pengembangan science terkait pemolisian cerdas, smart cities dan teknologi serta inovasi-inovasi terkait. Ilmu kepolisian membawa kemajuan bagi Polri, Polri menjamin ilmu kepolisian terus maju dan berkembang,” pungkas Kombes Pol. Aswin A. Siregar menutup orasi ilmiahnya. (majalah bhayangkara stik /sudin hasibuan)

Leave a Comment!