Jakarta, PUBLIKASI – Provinsi DKI Jakarta menyumbang kasus positif virus corona (Covid-19) terbanyak pada Rabu 23 September 2020 dengan 1.133 orang. Total kasus positif di Ibu Kota mencapai 65.687.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, masih tingginya kasus baru Covid-19 di Jakarta lantaran penerapan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tidak dalam dosis optimal dan durasinya singkat.
“Sekali lagi, PSBB yang dilakukan di Jakarta ini bukan dalam dosis yang optimal. Dia dalam dosis kompromi dan juga durasinya tidak optimal dan durasi singkat dua minggu,” tutur Dicky di Jakarta, Kamis (24/9).
Karena itulah, kata Dicky, PSBB yang diterapkan di Jakarta saat ini tidak bisa memberikan dampak banyak atau efektif dalam menurunkan angka kasus baru Covid-19.
“Ini artinya kita tidak bisa berharap banyak dari PSBB ini untuk memberikan dampak atau yang efektif dalam menurunkan kecepatan penyebaran termasuk berkaitan untuk menurunkan kematian,” ujar Dicky.
Ia menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengevaluasi lagi penerapan PSBB ini agar memberikan dampak yang optimal dalam mengendalikan virus korona.
“Perlu dievaluasi dan juga harus dijadikan pelajaran bahwa bila setengah setengah yang terjadi kita resources berkurang, tapi dampaknya tidak optimal. Ini kita jadi semakin kalah berpacu dengan virus,” tuturnya.
Belum Terkendali
Satuan Tugas Covid-19 menemukan adanya klaster baru penyebaran virus korona atau Covid-19 di Jakarta. Klaster baru itu mulai dari hotel, pesantren, tempat hiburan malam, dan pernikahan.Munculnya klaster baru penyebaran Covid-19 merupakan konsekuensi dari belum terkendalinya pandemi ini.
“Kemunculan klaster-klaster itu adalah konsekuensi logis dari belum terkendalinya pandemi Covid-19 di Indonesia,” ujar Dicky.
Dicky menyebutkan munculnya klaster baru menjadi sebuah permasalahan saat ini. Lantaran ini membuktikan strategi mendasar pengendalian Covid-19 seperti testing, tracing, dan isolasi karantina belum sepenuhnya berjalan.
“Strategi mendasar tersebut untuk pengendalian pandemi ya banyak orang tidak terdeteksi. Padahal dia bawa virus, menyebarkan virus ini dan menyebabkan klaster hotel, pesantren, dan pernikahan segala macam,” tutur Dicky.
Di samping itu, Dicky menekankan diperlukan juga strategi komunikasi risiko selain harus mengenakan strategi dasar penanganan Covid-19 agar tak lagi menimbulkan klaster baru.
Strategi komunikasi risiko ini berupa penyampaian informasi yang membangun kewaspadaan masyarakat akan penyebaran virus korona ini.
“Sehingga bisa membangun kewaspadaan kesadaran dan peran aktif dari masyarakat,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah membeberkan klaster baru persebaran Covid-19 di DKI Jakarta yakni klaster hotel, pesantren, hiburan malam, dan pernikahan.
Dari data pada klaster hotel ditemukan sebesar 0,01% atau 3 kasus, pesantren 0,01% atau 4 kasus, hiburan malam 0,01% atau 5 kasus, dan kegiataan pernikahan 0,07% atau 25 kasus. **