KSPI Khawatir Penggugat UU Cipta Kerja Sengaja Menggunakan Dalil yang Lemah

Jakarta, PUBLIKASI – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Said Iqbal angkat bicara soal rencana sejumlah pihak mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi ( MK).

Said Iqbal mengaku khawatir kelompok yang akan menggugat UU Cipta Kerja sengaja menggunakan dalil yang lemah dalam mempermasalahkan pasal-pasal di UU Cipta Kerja.

“Jangan-jangan, kelompok ini, dalam tanda petik mengajukan gugatan, tapi dibikin dalil pasalnya lemah, dengan demikian pasti kalah,” ujar Said dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10).

Said mengatakan, tak dikabulkannya gugatan karena dalil yang lemah justru akan merugikan bagi kelompok yang mempunyai legal standing terhadap aturan sapu jagat tersebut. Misalnya, lemahnya dalil dalam pasal-pasal pada klaster ketenegakerjaan yang selama ini ditentang elemen buruh.

Dengan demikian, kekalahan tersebut akan menutup kesempatan bagi elemen buruh yang notabene mempunyai legal standing.

“Kami yang merasa legal standing menolak UU Cipta Kerja nanti ada pasal yang sama (yang dipermasalahkan), padahal sudah kalah, itu berbahaya sekali,” katanya.

Ia menambahkan, pihaknya tak menjadikan judicial reciew sebagai opsi utama untuk menggagalkan UU Cipta Kerja. Akan tetapi, para buruh akan mengutamakan aksi-aksi yang konstitusional.

“Ini pilihan terakhir, yang akan kami lakukan tetap akan ada aksi-aksi,” ujarnya.

Sejauh ini terdapat dua pemohon yang mengajukan gugatan UU Cipta Kerja kr MK. Permohonan pertama diajukan oleh dua orang pekerja bernama Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.

Berdasarkan berkas permohonan yang diunggah di laman MK RI, keduanya menyoal Pasal 59, Pasal 156 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 79 Ayat (2) huruf b dan Pasal 78 Ayat (1) huruf b klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

Pemohon menilai, berlakunya UU Cipta Kerja tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pemohon terkait status kepegawaian mereka.

Sebab, UU tersebut memberikan kewenangan bagi perusahaan untuk mengadakan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) secara terus-menerus tanpa batasan waktu pembaruan. **

Leave a Comment!