Jakarta, PUBLIKASI – Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menilai, banyak partai politik (parpol) beserta elite yang diusung dalam Pemilu lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang rakyat atau pemilihnya.
“Banyak parpol dan elit politik oligarkis puncak lebih mengutamakan kepentingan sendiri. Bukan kepentingan warga dan publik umumnya,” katanya, Rabu (3/2).
Pernyataan ini untuk menanggapi beberapa elit partai yang memilih Pilkada serentak dilaksanakan 2024. Mereka enggan Pilkada dilaksanakan pada 2022 dan 2023 dengan alasan mengutamakan keselamatan rakyat. Azra justru menduga ada berbagai alasan yang mendasari langkah parpol dan elitnya lebih memilih mengutamakan kepentingan pribadi daripada rakyat.
“Alasannya, kepentingan kekuasaan yang bisa mendatangkan fasilitas, keuangan dan akses pada sumber-sumber penguatan pengaruh dan dominasi,” ujarnya.
Azra juga menanggapi soal penggunaan kalimat atas nama keselamatan rakyat. Menurutnya, kalimat tersebut tak lebih dari sekadar jargon dan gimmick yang dilakukan.
“Kepentingan rakyat, keselamatan rakyat hanya sekadar jargon, lips service dan gimmick dari parpol dan elit parpol. Maupun pejabat tinggi yang diusung parpol dalam Pemilu,” ungkapnya.
Kendati demikian, menurut Azra, masih ada kesempatan bagi partai politik untuk kembali kepada kepentingan masyarakat atau pemilihnya. Namun, hal tersebut hanya dapat dilakukan jika mereka masih memiliki hati nurani masing-masing.
“Mereka harus kembali dengan cara mempertimbangkan akal sehat untuk kepentingan dan keselamatan warga. Saya tidak tahu, kalau mereka punya nurani, seharusnya mereka bisa kembali ke jalan yang benar,” kata Azra berharap.
Seperti diketahui, fraksi-fraksi di DPR terbagi dalam tiga kelompok berkaitan dengan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu, khususnya pelaksanaan jadwal Pilkada. Parpol seakan memiliki peta sikap sendiri untuk menanggapi jadwal Pilkada.
Kelompok pertama adalah partai-partai yang menolak dengan tegas pembahasan RUU Pemilu secara keseluruhan. Adapun partai yang menolak yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Di sisi lainnya, ada PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Gerindra yang meminta Pilkada serentak tetap dilangsungkan pada 2024 sesuai UU Pilkada.
Kemudian, sikap yang berbeda berikutnya ditunjukkan oleh Demokrat, PKS, Nasdem dan Golkar, yakni mendorong Pilkada serentak 2024 dinormalisasi, sehingga Pilkada digelar pada 2022 dan 2023.
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Pilkada serentak perlu dilakukan pada 2024 sebab akan berisiko apabila dipaksa dilakukan pada 2022 dan 2023.
“Kita tidak berpikir yang sifatnya pragmatis dan kemudian ambisinya pada kekuasaan. Tidak semata-mata itu. Kita semata-mata untuk bagaimana bangsa ini sekarang fokus mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi,” kata Djarot dalam acara “Aiman“, Senin (1/2) malam. (Red)