Abdullah Karim Siregar
Judul Buku: TRANSFORMASI PEMBIAYAAN UMKM: Daya Ungkit Menuju Kemapanan
Pengarang: Tim Penulis Buku Kompas, Joni Faisal
Jumlah Halaman: 158 Halaman
Penerbit dan Redaksi: Kementerian Koperasi dan UKM RI Jl. H. R. Rasuna Said No. 3-4 6, Kota Jakarta Selatan 12940
Cetakan: I (Pertama)
Tahun Publikasi: 2024
“Kendala utama yang kerap dihadapi pelaku UMKM adalah kekurangan modal, baik karena internal pelaku usaha maupun sebab minimnya akses ke perbankan. Buku ini, menjabarkan apa saja model pembiayaan dari yang konvensional hingga modern dengan tetap memastikan UMKM mendapat akses pendanaan yang tepat untuk kelangsungan dan pertumbuhan”.
ULASAN
“TRANSFORMASI PEMBIAYAAN UMKM: Daya Ungkit Menuju Kemapanan” merupakan buku keempat dari tujuh serial bertajuk ‘Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UMKM’ yang dirilis Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM).
Buku keempat ini secara khusus mengulas dan mengupas beragam strategi, lebih tepatnya terobosan Kemenkop UKM di bawah kepemimpinan Menteri Teten Masduki dalam menyelesaikan persoalan atau kendala yang dihadapi para pelaku UMKM, utamanya terkait akses permodalan perbankan atau dari penyalur dana lain.
Dalam buku ini tergambarkan dengan jelas, apa saja terobosan yang diambil Kemenkop sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo untuk mencari solusi atau jalan keluar penyaluran KUR Mikro maupun Kecil. Termasuk memberikan jalan keluar atas risiko kredit macet Non Performing Loan (NPL) yang biasanya menjadi pertimbangan utama perbankan dalam mengucurkan kreditnya.
Melalui model pembiayaan konvensional maupun beragam model pembiayaan baru yang dikembangkan Kemenkop UKM, jamak dikenal dengan “transformasi pembiayaan UMKM”, berhasil menyakinkan perbankan untuk mengucurkan dananya tanpa khawatir tak kembali.
KUTIPAN SINGKAT
Penerapan skema KUR Klaster merupakan salah satu terobosan penting dan strategis yang digulirkan Kemenkop UMKM. Tujuannya, agar setiap UMKM bisa naik kelas. Sebab, KUR Klaster merupakan kredit yang diberikan kepada UMKM secara berkelompok yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Melalui skema tersebut ada kepastian pasar bagi pelaku UMKM karena offtaker atau pembelinya sudah jelas. Sedangkan pengelolaan UMKM secara kelompok yang diterapkan KUR Klaster ini juga memudahkan perbankan melakukan proses pengawasan.
KEUNGGULAN
Membaca buku ini semakin memperkaya khasanah referensi dan inspirasi mengenai pembiayaan UMKM bagi banyak pihak terkait.
Satu sisi memperkaya dan menambah wawasan baru bagi pelaku UMKM untuk keluar dari kendala permodalan. Sisi lainnya, menjadi inspirasi bagi setiap warga negara yang awalnya ragu membangun UMKM karena kendala sulitnya mendapat akses perbankan. Selanjutnya memberikan kepastian kepada pihak perbankan atau penyalur dana lainnya untuk menyalurkan kreditnya karena dengan inovasi Kemenkop UKM, kini mereka merasa aman untuk menyalurkan kreditnya.
Meski materi yang disajikan dalam buku ini bersumber dari buah pemikiran kalangan strata pendidikan tinggi, baik Menteri Koperasi dan UKM, pakar, profesional, praktisi hingga pelaku UMKM itu sendiri, buku ini tetap saja mudah dipahami dari lapisan manapun.
Buku ini juga sangat komprehensif lantaran menggabungkan antara tataran konsep atau pemikiran dengan contoh yang selalu berdasarkan pengalaman praktik para pelaku UMKM di lapangan. Ditambah lagi, setiap penjelasan dilengkapi dengan tabel, grafik, atau infografis.
KELEMAHAN
Dalam buku ini masih terdapat banyak kutipan dari sejumlah media, padahal narasumber dan materi yang disajikan dalam buku ini adalah dari kalangan internal Kemenkop UKM sendiri, dan bukunyapun terbitan Kemenkop UKM.
RUMUSAN KERANGKA BUKU
Buku setebal 158 halaman ini dibagi dalam dua bagian.
BAGIAN 1, “Transformasi Pembiayaan Usaha Mikro”. Bagian ini menjelaskan beragam inovasi model pembiayaan yang telah dikembangkan UMKM yang terbagi dalam empat sub-bagian.
KUR Klaster sebagai upaya membantu usaha mikro naik kelas; Innovative Credit Scoring dalam upaya memperluas dan mempercepat penyerapan KUR; Farmer Producers Organisations (FPO), model pembiayaan usaha mikro yang diadopsi dari India; serta Asean Micro and Small Enterprises (AMSEF), Inisiatif Pembiayaan UMK di ASEAN.
Pertama. KUR Klaster adalah inovasi-inovasi Kemenkop UKM agar penyalur dana percaya dan merasa nyaman untuk memberikan kreditnya. Sebab, ekosistem klaster UMKM—delapan anggota dalam satu kelompok—melibatkan offtaker atau koperasi produsen, dan merupakan sebuah terobosan penguatan ekonomi kerakyatan.
Dua. Innovative Credit Scoring. Tidak adanya agunan dan kemampuan yang memadai untuk mengakses pembiayaan menjadi hambatan lain yang dialami oleh para pelaku UMKM.
Namun melalui inovasi dan terobosan Kemenkop UKM sejak awal 2023 lalu, hambatan itu diharapkan dapat mempermudah pelaku UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan KUR. Dengan memakai credit scoring, berbasis data alternatif, pihak perbankan dapat menyalurkan kredit ke UMKM tanpa agunan.
Tiga. FPO. Berkat inovasi, koperasi biasa—Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq, Rancabali, Kabupaten Bandung—yang beranggotakan para santri dan petani sayur pun bisa menembus pasar modern di Jakarta. Seperti supermarket besar, Hero.
Dibawah pendampingan pihak Hero, koperasi ini mulai mengenal dan menerapkan pengelolaan hasil produksi. Antara lain penyortiran mulai dari grading, packaging hingga labeling. Para penampung (offtaker) ini juga membimbing mereka dalam hal literasi keuangan, khususnya permodalan, teknologi hingga informasi pasar.
Koperasi atau petani tidak bergerak sendiri, melainkan melibatkan pemangku kepentingan seperti pabrik atau koperasi besar, pemerintah dan bank sebagai penyalur dana atau pemberi modal.
Kesadaran untuk memajukan koperasi dengan skema FPO inilah yang menginspirasi Kementerian Koperasi dan UKM membuat program dalam hal transformasi pembiayaan UMKM.
Empat. AMSEF. Setali tiga uang dengan kondisi koperasi di Indonesia, para pelaku UMKM yang berada di kawasan ASEAN juga mengalami keterbatasan permodalan karena masih sulitnya dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan.
Terdapat 70 juta UMKM di ASEAN, yang mencakup antara 97,2% – 99,9% dari total usaha di negara anggota ASEAN. Menurut data, usaha mikro seringkali merupakan bagian terbesar dari skala usaha.
Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, perlu langkah-langkah dan solusi dalam mengatasi permasalah finansial yang dihadapi oleh UMKM. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengusulkan pembentukan lembaga keuangan yang terintegrasi di kawasan ASEAN.
Lembaga keuangan itu adalah AMSEF, merupakan lembaga khusus di tingkat ASEAN yang berdedikasi untuk pemberdayaan dan bantuan keuangan, dengan tujuan utama untuk mendorong inklusivitas bisnis.
BAGIAN 2, Pembiayaan Usaha Kecil Menengah.
Bagian dua ini dibagi dalam tiga sun-bagian.
Pertama. Pembiayaan Rantai Pasok Bisnis Inklusif.
Awalnya, keterbatasan modal juga menjadi persoalan bagi Grosir Susu Malang dan UKM Tenun di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Beruntungnya, dua UKM ini bermitra dengan lembaga pembiayaan yang memiliki skema pembiayaan rantai pasok.
Rantai Pasok adalah serangkaian proses bisnis yang menghubungkan beberapa aktor untuk peningkatan nilai tambah bahan baku/produk dan mendistribusikannya kepada konsumen. Tujuan utamanya adalah dalam hal peningkatan nilai tambah. Sehingga, setiap aktor dalam jaringan rantai pasok akan memberikan sumbangsih berupa input atau proses spesifik yang dapat meningkatkan nilai suatu produk.
Dua. Instrumen Pembiayaan Baru bagi UKM.
UKM memerlukan akses terhadap sumber pendanaan yang tepat untuk penciptaan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan mereka. Selain yang disebutkan, ada juga skema pembiayaan baru bagi UKM. Antara lain: Securities Crowdfunding (SCF), Initial Public Offering (IPO), Peer to Peer Lending, PO Financing, dan Intellectual Property Financing (IPF).
SCF adalah metode penggalangan dana alternatif yang dilakukan melalui pasar modal. Dalam SCF, sekelo orang memberikan dana mereka kepada suatu proyek atau bisnis melalui platform online. Mekanisme ini menghubungkan investor dengan usaha kecil dan menengah (UKM) yang membutuhkan dana.
IPO adalah proses penawaran saham perusahaan swasta kepada publik di mana ada penerbitan saham baru untuk pertama kalinya yang dijual untuk publik secara luas.
Peer to Peer Lending merupakan adalah jasa pinjaman yang menghubungkan debitur secara langsung dengan kreditur yang berbentuk teknologi finansial atau financial technology (fintech). Di Indonesia, instrumen ini lebih dikenal dengan pinjaman online atau pinjol.
PO Financing merupakan salah satu solusi agar perputaran uang dalam bisnis lebih lancar dengan cara mengajukan pinjaman menggunakan Purchase Order sebagai jaminannya.
IPF sendiri adalah aset yang berharga bagi bisnis baik dari sisi komersial maupun strategis. IP dapat berupa hak cipta, paten, merek dagang, desain industri, dan rahasia dagang. Kekayaan intelektual dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi bisnis, melindungi bisnis dari persaingan, dan meningkatkan nilai dari suatu bisnis.
PENUTUP
UMKM Indonesia menyumbang 85% terhadap lapangan kerja, 44,8% terhadap PDB, dan 18% terhadap ekspor nasional. Namun, kendala modal atau akses perbankan masih menjadi persoalan utama bagi banyak pelaku UMKM lainnya untuk lebih berkembang, baik itu skala ultra mikro, mikro maupun skala yang lebih besar.
Karena itu, pelaku UMKM memerlukan akses terhadap sumber pendanaan yang tepat untuk penciptaan, kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.
Misalnya melalui ekosistem KUR Klaster berbasis rantai pasok. Dengan adanya offtaker, sebagai mitra UMKM yang menjamin keberlangsungan kegiatan usaha dari hulu ke hilir, membuat penyalur dana merasa aman dan tertantang untuk mengucurkan kreditnya. Namun demikian, ekosistem KUR Klaster ini belum optimal diterapkan. Sebab, masih ada 59 persen UMKM yang belum terhubung dengan Perbankan.
Untuk memperkecil persentase tersebut, maka perlu diketahui ada skema lainnya, seperti FPO. Melalui skema yang dalam bahasa Indonesia disebut organisasi petani produser ini, koperasi atau petani tidak bergerak sendiri, melainkan melibatkan pemangku kepentingan lain, seperti pabrik atau koperasi besar, pemerintah dan bank sebagai penyalur dana atau pemberi modal.
Tak cukup sampai disitu, para pelaku UMKM juga perlu mengetahui sejumlah model pembiayaan lain yang lebih modern. Misalnya, Innovative Credit Scoring, Asean Micro and Small Enterprises, inisiatif pembiayaan UMK di ASEAN hingga pembiayaan yang memiliki skema pembiayaan rantai pasok.
Termasuk instrumen pembiayaan baru lainnya, seperti Securities Crowdfunding, Initial Public Offering, Peer to Peer Lending, PO Financing, dan Intellectual Property Financing. Artinya, akses terhadap sumber pendanaan yang tepat menjadi kunci UMKM untuk mengembangkan usahanya.