Pentingnya Peran GTRA dalam Mewujudkan Reforma Agraria di Wilayah Pesisir

Jakarta, PUBLIKASI – Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dibentuk untuk mewujudkan dan mengoperasionalkan Program Strategis Nasional (PSN) Reforma Agraria agar secara efektif mampu mendorong percepatan penataan aset serta penataan akses. GTRA dibentuk pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga di pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai salah satu instansi yang bertugas menjalankan program tersebut tentunya membutuhkan sinergi dan komitmen dari dari seluruh anggota GTRA untuk berkontribusi demi mewujudkan cita-cita Reforma Agraria. Hal ini melatarbelakangi penyelenggaraan GTRA Summit 2022 di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara pada 8-10 Juni 2022 mendatang.

“GTRA akan menjadi pintu masuk segala persoalan terkait tanah dan ruang, karena ruang itu bukan hanya tanah, ada laut, udara, ruang di bawah tanah atau ruang antara tanah dengan angkasa. Masing-masing diatur secara sektoral. Ini yang ingin disinkronisasi. Jadi mimpi Presiden Joko Widodo, yakni sinkronisasi pemadanan berbagai sektor. Kalau tidak dikelola secara efektif dan efisien, bisa berantakan,” ujar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam pertemuan bersama Redaksi Harian Kompas, Kamis (02/06/2022).

Pada pertemuan puncak GTRA mendatang akan dibahas tiga tema besar, antara lain Kepastian Hukum Hak Atas Tanah dan Perizinan Berusaha; Penataan Aset di Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Pulau Kecil Terluar; serta Penataan Akses Masyarakat Hukum Adat, Tradisional dan Lokal di Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil.

Tidak hanya itu, GTRA Summit 2022 juga menjadi momentum pembahasan persoalan lain terkait pesisir serta pulau-pulau kecil dan terluar.

“Ada masyarakat tradisional, ada suku Bajo, suku laut yang gaya hidupnya berbeda, tinggal di atas air, rumahnya tiang pancang nempel ke bumi. Namun harus ada izin kalau mau ngasih hak,” tutur Surya Tjandra.

Ia melanjutkan, perlunya kombinasi antara Tim GTRA Pusat sebagai pembuat kebijakan, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta instansi terkait lainnya untuk menghargai keberadaan masyarakat adat, tradisional, dan lokal di pesisir serta pulau-pulau kecil dan terluar. Selain itu, peluang investasi juga menjadi fokus dalam kegiatan GTRA Summit 2022.

“Bagaimana kombinasi penghargaan terhadap masyarakat tradisional, masyarakat adat? Bagaimana peluang investasi kalau memang bisa masuk ke sana? Karena kalau Wakatobi hanya mengandalkan dari alam, tidak dapat. Apalagi nelayannya. Mungkin dari wisata. GTRA Summit 2022 akan menjadi ruang untuk mendiskusikan itu,” papar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN. (*/Red)

Leave a Comment!