Dimasa Covid-19 Kearifan Lokal bisa Meningkatkan Kekebalan Kelompok

Jakarta, PUBLIKASI — Dimasa covid-19 saat ini kearifan lokal bisa meningkatkan kekebalan kelompok. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.

“Banyak unsur kearifan lokal yang patut dipelajari dan diteladani. Dengan bantuan riset dan teknologi, kearifan lokal tersebut bisa menjadi inovasi yang sangat relevan untuk situasi sekarang yang sedang dalam proses membentuk tatanan kehidupan normal baru,” akunya.

Ia mencontohkan kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Di sana tidak ada satupun kasus positif Covid-19 sejak awal pandemi, yaitu Maret 2020 sampai Juli 2021.

“Desa Kanekes itu tempat bermukimnya masyarakat Baduy, salah satu masyarakat adat yang ada di negeri ini. Masyarakat Baduy ini punya mekanisme yang ampuh untuk menghadapi krisis pandemi. Ada Pikukuh, yaitu aturan adat yang menerapkan pembatasan sosial,” tutur Hilmar saat menjadi pembina Apel Pagi Kemendikbudristek secara virtual, pada Senin (16/8/2021).

Ia menambahkan, selama masa pandemi, orang-orang di kota ramai dengan efektivitas PSBB, PPKM, pembelajaran jarak jauh, dan sebagainya. Padahal di Desa Kanekes itu, masyarakat Baduy patuh pada Pikukuh karena sistem itulah yang membuat mereka bisa bertahan sebagai komunitas adat selama ratusan, bahkan ribuan tahun.

Hilmar juga membahas mengenai Lumbung sebagai salah satu contoh kearifan lokal yang lain. Lumbung merupakan mekanisme masyarakat adat untuk memastikan ketersediaan pangan selama diberlakukannya pembatasan sosial.

“Untuk memastikan mereka tidak kekurangan selama pembatasan sosial, ada mekanisme Lumbung. Mereka yang sakit atau tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dibantu oleh anggota masyarakat yang lain,” kata Hilmar.

Mekanisme Lumbung ini kemudian diadaptasi ke dalam kehidupan di kota saat pandemi berlangsung. Menurut Hilmar, selama masa pandemi, bermunculan mekanisme Lumbung di berbagai kota di Indonesia yang disebut dengan dapur umum. Dapur umum ini secara spontan dibuat oleh warga untuk membantu sesama warga yang sedang menjalani isolasi mandiri.

“Jika dikombinasi dengan riset dan teknologi, ini bisa menjadi kekuatan yang hebat. Misalnya lumbung pangan atau dapur umum untuk warga, yang kalau diperkuat dengan sistem informasi digital pasti akan luar biasa,” akunya.
Lanjutnya, berbagai inovasi yang mengembangkan berbagai kearifan lokal tersebut bisa menjadi bahan dasar untuk membangun tatanan baru, yaitu normal baru di masa mendatang. “Di sini kita berbicara tentang kebudayaan sebagai hasil. Kehidupan normal baru berarti membawa kebudayaan kita ke tingkat yang lebih tinggi sebagai landasan untuk kehidupan yang lebih baik lagi di masa mendatang. Itulah yang kita sebut ‘memajukan kebudayaan’, seperti yang diamanatkan dalam pasal 32 ayat 1 UUD 1945,” kata Hilmar.

Pasal 32 ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Sedangkan upaya untuk memajukan kebudayaan itu dirinci lagi dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Di dalam membangun tatanan baru dan kehidupan normal baru dibutuhkan upaya dan inovasi bersama. Menurut Hilmar, Kemendikbudristek berada di garis depan perjuangan itu. Melalui pendidikan yang berkualitas, dengan memajukan kebudayaan, ditunjang oleh riset dan teknologi, Kemendikbudristek berperan besar untuk membentuk normal baru yang lebih baik.

Ia mengimbau semua pihak untuk tidak terperangkap dalam sekat-sekat lembaga masing-masing. Diperlukan pendekatan lintas satuan kerja, lintas eselon satu, serta lintas kementerian dan lembaga. (Maya)

Leave a Comment!