Serikat Pekerja Tolak Pengurangan Pesangon PHK dalam RUU Cipta Kerja

Jakarta, PUBLIKASI – Berbagai organisasi gerakan rakyat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Aliansi-aliansi Daerah menyerukan aksi mogok nasional pada 6, 7, dan 8 Oktober 2020.
Puncaknya, pada 8 Oktober akan digelar aksi besar-besaran di depan gedung DPR RI dan pemerintah daerah masing-masing kota.
Seruan aksi ini dipicu oleh kesepakatan DPR dan pemerintah untuk mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna 8 Oktober mendatang.
“Pada 6, 7, 8 Oktober 2020 ini Gebrak dan seluruh aliansi dan jaringan di wilayah Indonesia menyerukan aksi nasional pemogokan umum rakyat Indonesia,” kata Perwakilan Gebrak yang juga Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10).
Aksi nasional ini bakal mengusung satu tuntutan, yakni meminta DPR dan pemerintah membatalkan omnibus law seluruhnya. Sidang paripurna DPR diminta untuk tidak mengesahkan dan mengundangkan RUU Cipta Kerja.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) sebelumnya menyatakan menolak pengurangan nilai pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah. Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
“Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan,” kata Presiden Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Sabtu (3/10).
Said Iqbal juga mempertanyakan sumber dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Ketenagakerjaan dalam membayar upah buruh. Ia menilai skema pemberian pesangan oleh perusahaan dan pemerintah melalui JKP tidak masuk akal karena sumber dana yang tidak jelas.
“Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal,” katanya.
“Karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 9 bulan,” ujar Said Iqbal.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR menyepakati pengurangan pesangon PHK melalui klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Pemerintah yang diwakili Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengusulkan, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
“Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi Covid-19, maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Penghitungannya adalah sebagai berikut, yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali,” kata Elen dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR, Sabtu (3/10).
JKP sepenuhnya dikelola oleh pemerintah. Elen menjelaskan, melalui JKP, pemerintah sekaligus memberikan manfaat berupa upscalling dan upgrading bagi pekerja yang di-PHK.
“Kalau di Undang-Undang existing (UU Ketenagakerjaan No 13/2003) hanya mendapatkan semacam uang saja. Nah, di JKP programnya tiga, yakni cash benefit, upscaling, upgrading,” papar Elen.
Menurut dia, saat ini besaran pesangon PHK pekerja di Indonesia terbilang besar jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Ia membandingkan dengan Vietnam dan Malaysia.
Menurut Elen, hal ini menyebabkan investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.
“Kita adalah yang paling tinggi memberikan jaminan pesangon, 32 kali. Vietnam mungkin hanya berapa, Malaysia berapa. Karena itu, ini jadi pertimbangan orang masuk. Ketika saya (misalnya) investasi, karena ada satu dua hal saya nanti lakukan PHK pesangon, tidak cukup modal saya. Ini jadi pertimbangan,” ujarnya.
Kendati demikian, Elen mengatakan bahwa ketentuan mengenai syarat PHK tetap merujuk pada UU Ketenagakerjaan. Dia mengatakan, tidak akan terjadi PHK massal tanpa alasan jelas.
Terhadap usul pemerintah tersebut, mayoritas fraksi di DPR akhirnya setuju. Hanya Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat yang menolak.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, sempat menanyakan kembali sikap pemerintah soal usulan tersebut. Pemerintah bersikukuh.
“Pemerintah saya ingin tanya sekali lagi, apakah komposisi 19 kali plus 6 kali pemerintah tetap bertahan atau ingin mengubahnya?” kata Supratman.
“Pandangan pemerintah tetap 19 plus 6 JKP,” ujar Elen. Supratman kemudian mengetuk palu tanda persetujuan. **

Leave a Comment!